Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Ads 468x60px

http://hunianpengetahuan.blogspot.com/

Social Icons

Featured Posts

RSS

Hujan Masalah


Dihujani Konflik



            Hai sobat, berjumpa sama gue lagi di hunian pengetahuan, baru pertama kali masuk categories whisper zone  ini?  Apakah mungkin beberapa pembaca agak sedikit kaget? di zone ini, gue lebih nyantai bahasanya enggak kayak di zona pengetahuan lain yang formal banget gitu bahasanya dan enggak  membahas tentang analisis disini. Oh iya gue di zona ini ingin membahas seputar beberapa hal yang ada kaitannya dengan rutinitas ataupun kata mutiara yang bener-bener gue rasakan.

            Saat kita dihadapi suatu masalah tapi bingung gitu gimana menyelesaikannya? Enaknya ngapain ya? Tidur? Ambil aja kantong plastik masukin masalahnya kedalem, dibuang, bereskan? * Gubrak.com, enggak gitu, maksud gue gini lo sobat, banyak banget rutinitas kita, entah itu di rumah, sekolah, ataupun di lingkungan sosial kita. ya, kalau masalahnya dateng satu-satu sih enggak papa, tapi kalau semuanya barengan dateng, rame pula kayak antri di pom bensin gimana? Hadeh… enggak bisa bayangin. Memang sih, hidup ini penuh kejutan tapi gimana gitu rasanya kalau ada masalah tapi enggak tau dari mana kita bisa menyelesaikan masalahnya, okay gini nih singkat ceritanya, apa yang loe rasakan kalau menghadapi suatu problem kayak gini:

Pagi-pagi bangun, pertama kali yang kedengeran di indra pendengaran itu omelan dari nyokap, “ harus belajar,  inget tugas.” Konflik batin langsung nyerang, kita mikir di pikiran kayak gini sambil lihat embun pagi, “Pusing banget, gue udah belajar masih aja diomelin, anak se gede ini tau kok kewajibannya apa, ngrasa kayak enggak dipercaya gini gue, padahal udah jelas lo pengennya gue tuh bahagiain ortu, tapi enggak usah dikomando kayak latihan baris berbaris juga udah tau kok. Bisikan hati dateng sambil bilang, “ Lakukan apa yang terbaik buat hari ini, buktikan kepada dunia jika kamu sangat berarti.”

Enggak cukup di rumah, di sekolah temen yang paling kita percaya menyudutkan dengan berbagai ragam cara, entah itu tidak sesuai dengan keinginannyalah, apa itu enggak mau dikalahinlah, tau enggak? Kita tu sebagai sahabat pasti melakukan yang terbaik untuk sesama, tapi kenapa malah dipikirin sok banget gitu?  Capek ya rasanya? Udah gini aja konfliknya? Belom masih ada lanjutannya.

Bicarain konflik sebagian dari kita mungkin menghubungkan kemasalah sahabat, kali ini masalah yang bab ke dua, kita punya sahabat  tapi enggak tau kenapa rasanya aneh gitu, kita udah percaya kepadanya kalau kita itu menganggepnya baik, tapi? Dia malah enggak bisa menerima kita. ditambah kita enggak tau sampai kapan dia bakal kayak gitu. Nyesek sih pasti, tapi masak kita tetep stay aja di kondisi suram ini? Ya enggaklah…

Gue baru nemuin payung yang bisa dibuka untuk jadi peneduh waktu kita dihujani konflik, mengutip dari apa yang dikatakan William Shakespeare “Semua hambatan dalam pelatihan istimewa ini adalah untuk menjadi lebih istimewa.” Waktu gue baca kata-kata ini dari sebuah buku, satu hal yang pengen gue ralat dari kamus pikiran gue  yang udah salah kaprah, ternyata semua masalah atau hambatan kita ini itu untuk menjadikan kita lebih istimewa. Coba bayangkan aja kalau kita hanya diliputi pelangi kebahagiaan? enak sih melihatnya,  terus kalau hujan tiba? kita enggak bisa melakukan apa-apa? basah kuyupkan? Bayangkan kalau kita begini…

Kita dihujani konflik yang begitu besar, tapi kita yakin kalau enggak ada badai yang abadi. So, kenapa kita harus takut untuk membuka payung kita, mencoba bertahan untuk menghadapi badai itu, atau mencari tempat peneduh, kalau udah badai selesai, apa yang kita lihat? Pelangi yang kita tunggu sebagai lambing kebahagiaan.

Kita seharusnya bersyukur kepada Maha Penyayang, Dia membimbing kita untuk menjadi pribadi yang kuat dalam  menghadapi badai, bukan menjadi pribadi yang senang terbuai dengan banyaknya keindahan dan kenyamanan semata. Mulai sekarang, kalau sobat dihujani konflik, jadikan semuanya sebagai kebahagiaan untuk menyambut pelangi yang akan kita lihat. Memang susah menjalaninya, yang penting kita yakin semua ini akan menuntun kita kepada jalan yang lebih baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ujian Nasional hanya menjadi beban nasional



Ujian Nasional Hanya Menjadi Beban Nasional



Education is very important for all countries in this world especially Indonesia. However, There is something wrong in our education system. That is National Examination, which is use to know the ability of students but it abused to do negative things, for instance cheating during the test, teacher who educated people and should teach a good thing but one of them help the students to cheat. On the other hand, national examination in 2012 delayed because of the tasks were not completed. Yet, in some regions, students do that examintaion in the evening.  How could it be?

National Examination is not the best way to know the ability of students. We can see the other countries which is have a good education system, for example USA. Students over there have a good responsibilty to get education, they believe that score is not everything, what they can get from education is the first attention for them.

Examination which is held in  national scale is not suitanble, because students and teachers only focused how to get a good score. In our law, that is clear what is the purpose of education, one of them we have a good moral. The question for it, Do we do not do anything when national examination are abused by some students? Moreover, in some regions, teachers help the students to get the answer of national examination by sent a message. National examination should be abolish, because it is not sustainable for our country. There are billion ways to know the ability of students, and the important thing that we should remember, Score is not everything, but how to applicate the education that we got is the first thing that we should give attention.         

Pendidikan menjadi suatu hal yang penting bagi kemajuan Indonesia baik dibidang intelektual maupun moral, namun saat Ujian Nasional yang dicanangkan pemerintah menjadi ajang untuk mencetak generasi yang tidak jujur mau dibuat apa negara kita ini kedepan?

Banyaknya praktek mencontek, kebocoran kunci jawaban serta pembiaran ketidak jujuran saat ujian berlangsung menjadi akar budaya yang bermasalah, bahkan disalah satu acara talk show ternama di Indonesia, guru yang memperjuangkan kejujuran dibenci oleh kepala sekolah dan dimutasi dengan alsan yang mengada-ngada, selain itu oknum guru yang mencanangkan kepada siswanya untuk mencontek saat ujian berlangsung, membuat pikiran kita ini bertanya suatu hal, mengapa negara kita yang luar biasa ini harus ternodai dengan ketidak jujuran.

Kemungkinan koruptor handal terlahir dari kesuksesan mereka berlaku tidak jujur saat Ujian Nasional berlangsung. Selain itu hal yang paling ironis yang bisa kita ketahui yaitu saat pemerintah mensosialisasikan character building, namun beberapa oknum guru di daerah terlibat langsung untuk membantu muridnya mencontek. Sebenarnya siapakah yang perlu ditanamkan character building, murid atau guru, masih menjadi tanda Tanya bagi kemajuan pendidikan kita.

Dilain sisi adanya ujian ini membuat murid berorientasi belajar untuk mendapatkan nilai, bukan untuk mendapatkan kepahaman atas materi yang didapatkan dan  diaplikasikan di kehidupan sehari-hari.  Mari lihat negara lain yang maju tanpa ada Ujian Nasional, seperti Amerika yang kuat dan tetap menjadi negara super power tanpa adanya ujian yang diadakan tahunan dan berskala nasional ini, tampaknya Ujian Nasional bukanlah jalan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan pemerintah perlu mencari jalan lain guna mengembangkan intelektual masyarakat kita kelak yang berbasiskan karakter serta tidak hanya teori namun juga aplikasi yang nyata.

Mari kita lihat pendidikan berdasarkan perpektif dibidang hukum:
Dalam pasal 1 Bab 1 ayat 1  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pertanyaan yang bisa kita ajukan dengan bagian hukum yang ditebali diatas yaitu:
Apakah dengan adanya Ujian Naisonal bisa menciptakan murid yang memiliki spiritual kegamaan?  Padahal sesuai fakta, murid yang tidak mencoteki dibenci oleh temannya, bahkan beberapa oknum guru menyuruh siswa siswi yang pandai  untuk menconteki siswa lain. Inikah potret pendidikan kita? Baik oknum guru maupun oknum murid dapat bekerjasama untuk mendapatkan nilai yang baik dengan cara yang “haram”.

Bagaimana mungkin seseorang murid memiliki kepribadian yang baik jika sistem pendidikan kita diimbangi dengan sebuah kultur budaya mencontek ataupun koordinasi “hitam” menjelang Ujian Nasional?   

Kecerdasan dan akhlak mulia diperoleh dari pendidikan yang berproses bukan berasal dari ujian yang ditempuh hanya beberapa hari saja. Mungkinkah siswa cerdas ditentukan hanya menjawab 50 soal saja? Sedangkan yang kita ketahui terdapat berbagai macam kecerdasan, seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual dan masih banyak yang lain. Apakah dengan tiga hari disertai soal yang hanya terbatas untuk intelektual saja bisa menunjukkan indikator siswa tersebut cerdas?   Sangat terburu-buru jika kita menjadikan hasil ujian nasional sebagai penunjuk murid berprestasi.

Dalam pasal 3 bab 2 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas dijelaskan fungsi pendidikan nasional sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Mengembangkan kemampuan peserta didik yang diuji dengan sebuah ujian nasional tidak bisa menjadi pertanggungjawaban yang jelas, karena kemampuan memerlukan waktu untuk bisa menjadi keahlian dan untuk mengembangkannya tidak bisa diuji hanya dengan beberapa soal pilihan ganda saja. Bukankah sudah jelas bahwa pendidikan membutuhkan suatu tindakan aplikatif yang nyata. Bagaimana dengan ujian yang didewa-dewakan sekarang? Bukankah sudah jelas bahwa ujian tersebut hanya sebatas pertanyaan yang berorientasi kepada teori belaka, dan tidak mengarahkan siswa kepada jenis  analisis?

Bertanggungjawab menjadi sebuah topik yang perlu menjadi sorotan utama pada masalah ini. Siswa dan guru dituntut untuk mendapatkan nilai moral yang baik, namun apakah terealisasi di lapangan? Hampir setiap tahun dunia pendidikan mendengarkan kebocoran soal atau pelaksanaan ujian yang tidak sesuai dengan harapan. Lebih-lebih cara yang digunakan beberapa oknum siswa dan guru untuk menempuh kesuksesan dalam Ujian Nasional layaknya mekanisme lingkaran setan koruptor. Tersistematis dan terencana, bahkan untuk mendapatkan kunci jawaban oknum siswa hanya membayar Rp 100.000,00 untuk satu kunci jawaban. Mungkinkah negara ini bisa mencerdaskan kehidupan bangsa jika Ujian Nasional tetap menjadi ajang retorika belaka?     

Sudah lama beberapa kalangan akademisi pendidikan tidak mensetujui adanya ujian ini, namun, mengapa hingga saat ini pemerintah bersikukuh untuk tetap mempertahankannya?
                                                                                                      
Pada pasal 8 Bagian ketiga hak dan kewajiban masyarakat Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas disebutkan Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.  
Jelas kita sebagai masyarakat memiliki hak untuk merencanakan suatu sistem pendidikan nasional yang baik, dan mengkritisi kebijakan pemerintah untuk mengevaluasi program pendidikan. Kami, Rakyat Indonesia berharap pemerintah khususnya Menteri Pendidikan bisa menciptakan pendidikan yang aplikatif serta mempertimbangkan peniadaan Ujian Nasional.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS